Jumat, 28 Juli 2017

Selamat Tinggal

Ada sebuah janji yang tak pernah bisa lagi ditepati, karena kita memilih pergi. Satu yang memecahkan diri, berpisah haluan, mengucapkan selamat tinggal karena sudah menemukan kebahagiaan yang lain. Dan satunya lagi yang tersakiti, terlalu mencintai, tak terima dengan realita yang menyuguhkan luka lalu memilih untuk mengasingkan diri.

Aku tahu bahwa perpisahan selalu menyakitkan. Tapi tidak ada yang bisa mencegah kedatangannya, tidak ada yang tahu kapan dia tiba dan tidak ada yang menginginkannya. Jika saja bisa, aku mau tetap tinggal. Jika saja bisa, aku tidak ingin menyakiti siapa-siapa. Jika saja bisa, aku ingin terus bersama. Jika saja bisa, aku tidak mau ada perpisahan. Karena perpisahan itu menjauhkan. Semanis apapun, sebaik apapun bentuknya, perpisahan hanya akan mengasingkan kita. Lalu, untuk apa bertemu, jika akhirnya berpisah?

Aku masih mencintaimu.
Masih sampai detik dimana kamu mengecup keningku, masih sampai detik dimana kamu sibuk dengan duniamu, masih sampai detik dimana kamu berhenti memusatkan hatimu untukku, masih sampai detik dimana kamu lupa dengan segala perjuanganmu dan aku, masih sampai detik dimana kamu menghilangkan ritual-ritual manis kita, masih sampai detik dimana kakimu pelan-pelan mulai menjauh, masih sampai detik dimana kamu benar-benar berubah dan memilih pergi. Dan masih sampai detik ini, aku mencintaimu. Karena itulah hatiku begitu pedih dengan perpisahan yang tak ingin kutuliskan skenarionya. 

Waktu tidak pernah bisa diputar kembali. Jika kamu memilih pergi, maka pergilah dan tolong jangan pernah kembali dengan segala keraguan hati. Untuk berdamai dengan kenyataan dan mengalah dengan penyangkalan, sungguh aku perlu waktu. Tapi setidaknya aku telah berani membiarkanmu pergi, merelakan agar hati tak dibuat berkeping lagi. Tentang hal yang hak patennya sudah tak bisa diubah, aku hanya bisa menerima bahwa kau sudah tak lagi cinta. Mungkin dari perpisahan ini, ada sebuah pertemuan yang sedang disiapkan lagi. Tidak apa-apa, karena segalanya sudah dikendalikan oleh yang lebih Ahli.

Berbahagialah.

Ini bukan ritual kata yang kuucapkan sebagai salam perpisahan yang dibuat agar terlihat sempurna. Tapi, sungguh aku ingin kamu bahagia. Karena pernah aku melihatmu tersenyum manis, tertawa lepas, saat kita jatuh cinta dan seperti surga rasanya. Dan jika aku tak bisa lagi membuatmu seperti itu, berbahagialah dengan yang bukan aku. Jatuh cintalah lagi, karena hatimu butuh. Jika kamu telah menemukan orang yang tepat, aku berdoa semoga perpisahan tak datang kepadamu. Karena sungguh, itu menyakitkan.

Aku pergi, aku akan segera menyebuhkan hati ini dengan segala janji yang kamu beri. Aku berjuang berdiri untuk menemukan bahagiaku sendiri. 


Selamat pergi, selamat tinggal. (di lain hati)